PTS, PAS, PAT? Apa itu?

Sebenarnya istilah-istilah ini saya dengar pertama kali dua tahun lalu ketika adik saya pertama kali masuk SMP. Katanya ada PTS beberapa hari lagi. “PTS? Opo iku?” saya bertanya. “Penilaian Tengah Semester, podo karo UTS i lo biyen,” jawabnya.

Setelah saya telusuri, perubahan istilah itu karena adanya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud) nomor 3 Tahun 2017 tentang Standar Penilaian Pendidikan, yang diturunkan menjadi buku Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan Pada Jenjang SMP terbitan tahun 2017 (link download di bawah).

Dalam buku itu, penilaian hasil belajar oleh pendidik penilaian terdiri dari pelaksanaan penilaian harian (PH) dan penilaian tengah semester (PTS). Sedangkan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan (sekolah) dilakukan dalam bentuk penilaian akhir semester (PAS), penilaian akhir tahun (PAT), dan ujian sekolah (US).

Penilaian Harian (PH, sebelumnya disebut Ulangan Harian/UH) adalah proses pengumpulan dan peng­olahan informasi hasil belajar peserta didik yang digunakan untuk menetapkan program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi dan memperbaiki proses pem­belajaran (assessment as dan for learning), dan mengetahui tingkat penguasaan kompetensi serta menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi (assessment of learning).

Penilaian Tengah Semester (PTS, sebelumnya disebut Ulangan Tengah Semester/UTS) adalah penilaian yang dilaksa­nakan pada pekan ke­-8 atau ke­-9 dalam satu semester. Adapun materi PTS meliputi semua KD yang sudah dipelajari sampai dengan pekan ke­-7 atau ke­-8.

Penilaian Akhir Semester (PAS, sebelumnya disebut Ulangan Akhir Semester/UAS) adalah penilaian yang dilaksa­nakan pada akhir semester gasal dengan materi semua KD pada semester tersebut.

Penilaian Akhir Tahun (PAT, sebelumnya disebut Ulangan Kenaikan Kelas/UKK) adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir semester genap dengan materi semua KD pada semes­ter genap.

Ujian Sekolah (US) adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik terhadap Standar Kompetensi Lulusan untuk mata pelajaran yang tidak diujikan dalam Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan dilakukan satuan pendidikan.

Itu tadi SMP, bagaimana dengan SMK?

Saya coba telusuri di Buku Panduan Penilaian pada Sekolah Menengah Kejuruan terbitan 2017 (link download di bawah), malah nemu seperti ini:

Penilaian pengetahuan dilakukan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik. Penilaian tersebut dilakukan melalui penugasan, ulangan harian (UH), ujian tengah semester (UTS), dan ujian akhir semester (UAS).”

Panduan Penilaian pada Sekolah Menengah Kejuruan terbitan 2017

Dapat disimpulkan, bahwa di SMK, nama-namanya itu tidak ganti (CORRECT ME IF I’M WRONG). Namanya tetap UH, UTS, dan UAS (meskipun gasal dan genap, namanya tetap UAS).

Jadi guru ternyata sulit juga. Banyak ‘permen’ yang harus dikuasai. Karena kebanyakan ‘permen’ itu, banyak guru yang jadi sakit gigi. Hehehe.

DOWNLOAD Panduan Penilaian pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) terbitan 2017

DOWNLOAD Panduan Penilaian pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terbitan 2017

Apa sih sebenarnya Sumber Belajar itu? [SHORT EXPLANATION]

Sebenarnya ini adalah bagian dari tugas kuliah yang saya dapatkan dari mata kuliah Pengembangan Sumber Belajar yang diampu oleh Pak Dr. Ir. Syaad Patmanthara, M.Pd. dan diasisteni oleh Mbak Roshina Hila Dini, M.Pd. sekitar dua tahun lalu di S-1 Pendidikan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang (UM). Tapi sepertinya bakal bermanfaat untuk teman-teman mahasiswa, terutama prodi kependidikan yang mendapat materi serupa di mata kuliah Sumber Belajar dan sejenisnya. Selamat menikmati 🙂

1.Pengertian Sumber Belajar

Semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang digunakan dalam pembelajaran baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar.

2. Jenis-jenis Sumber Belajar

Pesan

Informasi yang disampaikan oleh komponen lain dalam bentuk ide, ajaran, fakta, makna, nilai, dan data.

Orang

Manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan, pengelola dan penyaji pesan.

Bahan

Wujud tertentu yang mengandung pesan atau ajaran untuk disajikan dengan menggunakan alat atau bahan itu sendiri tanpa alat penunjang apapun.

Alat

Perangkat yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan.

Teknik

Prosedur yang runtut atau acuan yang dipersiapkan untuk menggunakan bahan, peralatan, orang, dan lingkungan secara terkombinasi dan terkoordinasi untuk melakukan sesuatu.

Lingkungan

Situasi di sekitar proses belajar mengajar terjadi. Latar atau lingkungan ini dibedakan menjadi dua macam yaitu lingkungan fisik dan non fisik.

Dari kiri: Ghoni, Deri, saya, dan Adie. Media seperti itu juga bisa masuk dalam kategori sumber belajar lho.

3. Ciri-ciri Sumber Belajar

  • Mempunyai daya atau kekuatan yang dapat memberikan sesuatu yang kita perlukan dalam proses pengajaran.
  • Sumber belajar dapat mengubah tingkah laku yang lebih sempurna, sesuai dengan tujuan.
  • Sumber belajar dapat dipergunakan secara sendiri-sendiri (terpisah), tetapi juga dapat digunakan secara kombinasi (gabungan).
  • Sumber belajar secara bentuk dibagi menjadi dua, yaitu sumber belajar yang dirancang (by designed), dan sumber belajar yang tinggal pakai (by utilization).

4. Fungsi dan Peranan Sumber Belajar

  • Meningkatkan produktivitas pendidikan
  • Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual
  • Memberikan dasar-dasar pengajaran yang lebih ilmiah
  • Meningkatkan pemantapan pengajaran

5. Kriteria Pemilihan Sumber Belajar

  • Tujuan yang ingin dicapai
  • Ekonomis
  • Praktis dan sederhana
  • Gampang didapat
  • Fleksibel atau luwes

Daftar Rujukan

Indriyati S, Herlina. 2009. Pemanfaatan Pusat Sumber Belajar (PSB) dalam Meningkatkan Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Hikmah Surabaya. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: UIN Sunan Ampel.

Sudjarwo. 1989. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Widodo, Chomsin S. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta: Elex Media Komputindo.

BONUS: PowerPoint tentang Konsep Dasar Pengembangan Sumber Belajar

Komunikasi Data dan Jaringan Komputer: Data Link Control

Data link control atau data link protocol merupakan proses terkirimnya data/komunikasi melalui sebuah siklus komunikasi data yang terlaksana dengan penambahan kontrol layer dalam tiap alat yang berperan dalam proses komunikasi. Adapun yang dimaksud dengan data link ialah media tramsmisi antar-device ketika suatu prosedur data link control digunakan.

Data link control membutuhkan lapisan-lapisan logika (layer of logic) di atas hardware untuk mengelola pertukaran data yang melewati sebuah link. Untuk mengelola pertukaran data tersebut, dibutuhkan langkah-langkah di antaranya: sinkronisasi frame (frame synchronization), kontrol aliran data (flow control), kontrol kesalahan (error control), pengalamatan (addressing), control and data, serta link management.

Data Flow Control

Data flow control berfungsi untuk memastikan entitas pengirim (transmitter) tidak membanjiri entitas penerima (receiver). Tanpa flow control, buffer dari receiver akan penuh ketika sedang memproses data lama. Karena ketika data diterima, harus dilaksanakan sejumlah proses sebelum buffer dapat dikosongkan dan siap menerima banyak data. 

Data flow control juga dapat dipengaruhi oleh waktu transmisi, yakni waktu yang dibutuhkan untuk memancarkan semua bit dalam satu frame ke media komunikasi. Selain itu, berlangsungnya data flow control juga dipengaruhi waktu propagasi, yakni waktu untuk sedikit untuk melintasi link. Bisa jadi memang tidak ada kesalahan (error) yang tercipta dari proses data flow control, namun sangat besar kemungkinan untuk terjadi berbagai penundaan (delay) karena berbagai sebab.

Stop-and-Wait Flow Control

Salah satu bentuk sederhana dari flow control yakni stop-and-wait flow control. Cara kerjanya ialah berawal dari sebuah entitas sumber (transmitter) mentransmisi suatu frame data. Setelah diterima, entitas tujuan (receiver) memberi isyarat untuk menerima frame lainnya yakni berupa acknowledgment (ACK). Transmitter harus menunggu sampai menerima ACK sebelum mengirim frame berikutnya. Si receiver juga dapat menghentikan aliran data dengan tidak memberikan ACK.

Stop-and-Wait Flow Control akan lebih efisien jika digunakan untuk mengirimkan suatu pesan atau data dengan jumlah frame yang sedikit. Jika jumlah frame yang dikirimkan banyak, maka sebelum deretan frame dikirimkan, frame akan dipecah-pecah menjadi blok-blok frame dengan ukuran yang lebih kecil, karena:

  1. Terbatasnya ukuran data atau frame yang dapat ditampung oleh receiver
  2. Jumlah blok data yang besar akan mengakibatkan proses transmisi berjalan lambat dan dikhawatirkan jika terjadi kesalahan sehingga frame harus dikirim ulang dari awal.

Jika ukuran frame lebih kecil, maka deteksi kesalahan akan lebih cepat, dan jika terjadi kesalahan data yang harus di transmisikan ulang lebih sedikit

Sliding-Window Flow Control

Selain Stop-and-Wait Flow Control, terdapat pula Sliding-Window Flow Control yang dapat digambarkan secara sederhana sebagai berikut:

Transmitter (A) dan receiver (B), terhubung melalui suatu link full-dupleks. B dapat menerima frame sebanyak 6 buah karena B menyediakan tempat buffer untuk n buah frame. A dapat  melakukan pengiriman n buah frame tanpa harus menunggu B mengirimkan ACK. Namun, setiap frame diberi label nomor tertentu oleh A. B mengakui suatu frame denga n mengirim suatu ACK yang mengandung serangkaian nomor dari frame berikut yang diharapkan dan B siap untuk menerima n frame berikutnya yang dimulai dari nomor tertentu. Skema ini dapat juga dipakai untuk multiple frame ACK.

Sliding-Window Flow Control dirancang untuk membenahi sistem flow control sebelumnya, yakni Stop-and-Wait Flow Control. Pada Stop-and-Wait Flow Control, seolah-olah blok-blok data dikirimkan satu persatu dan mengirimkannya menunggu balasan jika blok data tersebut sudah sampai di receiver dan receiver sudah memberikan balasan. Berbeda pada Sliding-Window Flow Control, transmitter dapat mengirimkan blok-blok frame lebih banyak lalu setelah beberapa frame telah terkirim, barulah receiver memberikan balasan. Pada Stop-and-Wait Flow Control tiap-tiap blok frame diberi nomor.

Sliding-Window Flow Control jauh lebih efisien dibandingkan dengan Stop-and-Wait Flow Control karena:

  1. Dapat mengirimkan lebih dari satu blok frame
  2. Waktu penundaan/delay lebih sedikit
  3. Transfer data menjadi lebih cepat

Dalam penerapannya, Sliding-Window Flow Control sangat dibutuhkan dalam komunikasi data karena memiliki nilai efisiensi yang jauh lebih tinggi ketimbang Stop-and-Wait Flow Control.

Automatic Repeat Request (ARQ)

ARQ adalah teknik untuk mengatasi kesalahan (error) atau kehilangan frame dengan mentransmisikan ulang frame tergantung metode yang diambil (stop-and-wait, go-back-N, dan selective repeat). Parameter yang digunakan untuk menentukan error atau tidaknya sebuah pengiriman data adalah dari ACK dan timeout-nya.

ARQ untuk Stop-and-Wait

ARQ untuk Stop-and-Wait didasarkan atas teknik flow control Stop-and-Wait. Transmitter mengirimkan sebuah frame tunggal, kemudiam harus menunggu balasan (ACK). Tidak ada data yang dikirim sampai jawaban dari receiver tiba di transmitter.

Mekanisme Stop-and-Wait ARQ

ARQ untuk Stop-and-Wait merupakan ARQ paling sederhana. Jika diperhatikan, akan terlihat banyak waktu yang terbuang karena hanya digunakan untuk menunggu (waiting time). Cara kerja sistem:

  1. Transmitter mengirimkan 1 frame dan menunggu ACK-nya.
  2. Jika menerima frame rusak (atau error), maka frame tersebut dibuang dan transmitter menunggu sampai waktu timeout habis, ia akan retransmit data.
  3. Jika receiver menerima frame yang baik (tidak menemukan error) maka ia akan mengirim ACK, jika tidak akan dikirim NAK. Sistem ARQ ini paling simpel dan mudah dalam implementasi, tapi penerapannya kurang efisien.

ARQ untuk Go-back-N

ARQ untuk Go-back-N merupakan bentuk error control yang didasarkan atas teknik flow control sliding-window. Dalam metode ini, transmitter dapat mengirim deretan frame yang diurut berdasarkan sebuah modulo bilangan. Jumlah frame balasan yang ada ditentukan oleh ukuran jendela (window), menggunakan teknik sliding window. Bila terjadi suatu kesalahan, receiver akan membalas (RR = Receive Ready) frame yang datang. Bila receiver mendeteksi suatu kesalahan pada sebuah frame, receiver tersebut mengirim balasan negatif (REJ = Reject) untuk frame tersebut. Receiver kemudian membuang frame itu dan semua frame-frame yang nantinya akan datang, hingga frame yang sebelumnya mengalami error diterima dengan benar. Jadi, bila transmitter menerima REJ, maka ia harus melakukan pengiriman ulang terhadap frame yang mengalami kesalahan tersebut, ditambah semua frame pengganti yang ditransmisikan sementara.

Mekanisme Go-back-N ARQ

Sistem ini juga terbilang sistem yang sederhana, dan jika kita perhatikan akan terlihat bahwa banyak waktu terbuang yang hanya digunakan untuk pengiriman ulang frame-frame yang mengalami kesalahan (error). Cara kerja sistem :

  1. Transmitter mengirim satu frame dan menunggu ACK.
  2. Jika menerima frame rusak (error), maka frame tersebut dibuang dan frame sesudahnya dibuang juga.
  3. Setelah itu, frame yang telah ditransfer sebelum kerusakan akan ditransfer ulang.
  4. Jika receiver menerima frame yang baik (tidak mengalami error) maka ia akan mengirim ACK. Jika tidak, maka yang akan dikirim adalah REJ. Sistem ini simpel dalam mudah dalam implementasi tapi masih kurang efisien.

ARQ untuk Selective-Reject

ARQ untuk Selective-Reject juga disebut sebagai Selective-Detransmission. Dengan ARQ untuk Selective-Reject, frame-frame yang ditransmisikan adalah frame-frame yang menerima balasan negatif saja. Dalam hal ini, disebut SREJ atau frame-frame yang waktunya sudah habis. Sebagai contoh, bila frame 5 diterima rusak, B (receiver) mengirim SREJ 4, yang berarti frame 4 tidak diterima. Selanjutnya, B berlanjut dengan menerima frame-frame yang datang dan menahan mereka sampai frame 4 yang valid/tidak mengalami error diterima. Dalam hal ini, B dapat menaruh frame sesuai tempatnya agar bisa dikirim ke perangkat lunak/proses di lapisan yang lebih tinggi.

ARQ Selective-Reject lebih efisien dibanding ARQ milik Go-back-N ataupun Stop-and-Wait, karena Selective-Reject meminimalkan jumlah pengiriman ulang (retransmisi). Hal tersebut berarti receiver harus mempertahankan penyangga sebesar mungkin untuk menyimpan tempat bagi frame yang dilakukan SREJ sampai frame yang rusak dikirim ulang, serta harus memuat logika untuk diselipkan kembali frame tersebut pada urutan yang tepat. Selain itu, transmitter juga memerlukan logika yang lebih kompleks agar mampu mengirimkan frame di luar urutan. Karena komplikasi seperti itu, Selective-Reject ARQ tidak terlalu banyak dipergunakan dibanding ARQ Go-back-N.

Mekanisme Sistem ARQ untuk Selective-Reject

Cara kerja sistem adalah seperti berikut:

  1. Hanya frame yang salah dikirim ulang dan frame yang diterima oleh penerima akan ditampung dalam satu buffer.
  2. Meminimalisasi peingirman ulang. Di sini receiver narus menjaga frame yang telah diterima sehigga memiliki buffer yang besar.
  3. Pada transmitter harus memiliki data mengenai tentang frame yang dikirim.

Filosofi Evaluasi Menurut Para Ahli dari Indonesia

Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, M.Pd.

Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, M.Pd. adalah Guru Besar bidang Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Saat ini ia juga mengajar di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Menurutnya, dalam buku Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, evaluasi merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bagaimana sesuatu bekerja, lalu selanjutnya informasi tadi digunakan untuk menentukan alternatif yang akurat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi yakni menghadirkan informasi yang berguna untuk pihak pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan yang akan ditetapkan berdasarkan evaluasi sebelumnya.

Terdapat perbedaan yang besar dan mendasar antara evaluasi (evaluation) dengan penelitian (research). Meskipun pada prinsipnya, kedua aktivitas ini memiliki metode yang sama. Perbedaan tersebut terletak pada tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut. Jika pada penelitian bertujuan untuk membuktikan sesuatu, (prove) maka dalam evaluasi tujuannya ialah untuk pengembangan (development/improve).

Adakalanya, penelitian dan evaluasi digabung menjadi satu frasa yaitu ‘penelitian evaluasi’. Penelitian evaluasi artinya ialah pengumpulan informasi tentang hasil yang telah dicapai oleh sebuah program yang dilaksanakan secara sistematik dengan menggunakan metodologi ilmiah sehingga darinya dapat dihasilkan data yang akurat dan objektif.

Prof. Dr. Anas Sudijono

Prof. Dr. Anas Sudijono adalah seorang guru besar di bidang Pendidikan Agama Islam (PAI). Saat ini, ia menjabat sebagai dosen PAI di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta.

Menurutnya dalam bukunya yang berjudul Pengantar Evaluasi Pendidikan, evaluasi pendidikan merupakan serangkaian proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dengan tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi juga ia artikan sebagai usaha untuk memperoleh informasi berupa feed back bagi penyempurnaan pendidikan. Anas Sudijono juga merinci tujuan evaluasi belajar, yakni menghimpun keterangan dan bahan yang akan dijadikan bukti mengenai taraf kemajuan yang dialami peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran selama waktu tertentu. Tujuan umum lainnya adalah evaluasi digunakan untuk mengetahui tingkat efektivitas dari beberapa metode pembelajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.

Urai Anas Sudijono, evaluasi dalam pendidikan juga memiliki tujuan khusus, yaitu untuk menstimulus keaktifan peserta didik dalam menjalani program pendidikan, serta untuk menemukan faktor-faktor penyebab berhasil atau tidaknya peserta didik dalam mengikuti pendidikan, sehingga dapat ditemukan solusi serta perbaikannya.

Drs. H. Daryanto

Menurut Daryanto dalam bukunya Evaluasi Pendidikan: Komponen MKDK, evaluasi dalam pendidikan diartikan sebagai pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri peserta didik dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi peserta didik. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa evaluasi merupakan proses menggambar, mendapat, lalu mempresentasikan informasi yang berguna untuk menentukan alternatif keputusan.

Daryanto juga mengartikan evaluasi di bidang pendidikan yaitu penentuan kesesuaian antara penampilan (unjuk kerja peserta didik) dan tujuan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan pertimbangan profesional atau suatu proses yang memungkinkan seseorang membuat pertimbangan tentang daya tarik atau nilai sesuatu.

Evaluasi dalam proses pembelajaran memiliki tujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik sehingga dapat dilakukan tindak lanjut (follow up). Tindak lanjut yang dimaksud adalah fungsi evaluasi dan dapat berupa penempatan pada tempat yang tepat, pemberian umpan balik, analisis dan diagnosis kesulitan belajar, atau penentuan kelulusan.

Dr. Zainal Arifin, M.Pd.

Dr. Zainal Arifin, M.Pd. dikenal sebagai salah satu pakar teknologi pendidikan di Indonesia. Saat ini ia mengajar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Ia menerbitkan beberapa karya buku, termasuk di dalamnya ialah buku Evaluasi Pembelajaran yang di dalamnya membahas banyak fundamental-fundamental penerapan evaluasi dalam pembelajaran di kelas.

Zainal Arifin menekankan bahwa evaluasi lebih luas ruang lingkupnya daripada penilaian, sedangkan penilaian lebih berfokus pada aspek tertentu. Istilah yang tepat dalam menilai sistem pembelajaran adalah evaluasi, bukan bernilai. Jika hal yang ingin dinilai satu atau beberapa bagaian atau komponen pembelajaran, misalnya hasil belajar maka istilah yang tepat digunakan adalah penilain, bukan evaluasi. Selain itu ada juga pengukuran.

Evaluasi dan penilaian merupakan berbentuk kualitatif, sedangkan jika pengukuran memiliki format kuantitatif yang mengikuti standar baku. Dalam konteks hasil belajar, instrumen yang disiapkan guru dapat berbentuk tes dan/atau nontes. Evaluasi merupakan salah satu komponen yang paling penting dan tahap yang wajib dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui efektivitas kegiatan pembelajaran. Selain itu, evaluasi adalah suatu proses sistematis dan kontinyu (berkelanjutan) untuk menentukan kualitas nilai dan arti dari sesuatu berdasarkan syarat-syarat dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan. Selain itu evaluasi bukanlah suatu hasil produk.

Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran pengukuran lebih membatasi pada gambar yang bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang kemajuan belajar peserta didik, sedangkan evaluasi dan penilian lebih bersifat kualitatif. Di samping itu, evaluasi dan penilaian pada hakikatnya merupakan suatu penilaian tidak hanya sekedar berdasarkan pada hasil pengukuran, tetapi dapat juga didasarkan pada jenisnya.

Evaluasi ialah salah satu komponen dalam proses pembelajaran yang penting. Begitu juga dalam prosedur pembelajaran, salah satu langkah yang harus ditempuh guru adalah evaluasi mempunyai kedudukan yang sangat penting dan strategis karena evaluasi merupakan suatu bagian yang tidak bisa terpisahkan dari pembelajaran.

Tujuan evaluasi dibagi menjadi dua, yakni tujuan yang bersifat umum atau yang bersifat khusus. Jika tujuan evaluasi masih bersifat umum, maka tujuan tersebut perlu diperinci menjadi tujuan khusus, sehingga dapat menuntun guru dalam nenyusun soal atau megembangkan instrumen evaluasi lainnya. Ada dua cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam merumuskan tujuan evaluasi yang sifatnya khusus. Pertama, melakukan perincian ruang lingkup evaluasi. Kedua, melakukan perincian proses mental yang akan dievaluasi. Selian itu tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan dan efesiensi sistem pembelajaran, baik yang menangkut tentang tujuan, materi, metode, media,sumber belajar, baik lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri. Tujuan khusus evaluasi pembelajaran disesuaikan dengan jenis evaluasi pembelajaran itu sendiri.

Menurut Zainal Arifin, fungsi evaluasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif dilaksanakan apabila hasil yang diperoleh dari evaluasi tersebut diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu atau sebagian dari kurikulum yang sedang dalam proses pengembangan. Lain halnya dengan fungsi sumatif yang sering dihubungkan dengan penyimpulan mengenai kebaikan dari sistem secara keseluruhan. Fungsi ini dapat dilaksanakan apabila menggembangkan suatu kurikulum telah dianggap selesai.

Selain itu, Zainal mengemukakan secara spesifik tentang fungsi tes dalam pembelajaran yang dikatagorikan ke dalam tiga fungsi yang saling berinteraksi yakni fungsi instruksional, fungsi administratif, dan fungsi bimningan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka fungsi evaluasi pembelajaran untuk perbaikan dan pengembangan sistem pembelajaran. Selanjutnya untuk akreditasi. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya pada Bab I Pasal 1 ayat 22, dijelaskan bahwa “Akreditasi ialah kegiatan penilaian kelayakan suatu program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah disepakati”. Salah satu komponen akreditasi adalah pembelajaran. Artinya, fungsi akreditasi dapat dilaksanakan jika hasil evaluasi pembelajaran digunakan sebagai dasar akreditasi lembaga pendidikan.

Prof. Dr. Oemar Hamalik

Menurut Prof. Dr. Oemar Hamalik dalam bukunya yang berjudul Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan, evaluasi adalah suatu upaya untuk mengetahui berapa banyak hal-hal telah dimiliki oleh siswa dari hal-hal yang telah diajarkan oleh guru. Evaluasi dilaksanakan dalam suatu proses yang berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang sebuah sistem pembelajaran.

Secara umum, evaluasi dimaksudkan untuk melihat sejauh mana kemajuan belajar peserta didik telah tercapai dalam program pendidikan yang telah dilaksanakan. Untuk itu, diperltukan alat evaluasi (instrumen, angket, dll) yang disusun menurut langkah kerja tertentu. Beberapa pokok masalah yang perlu dipahami oleh setiap calon guru ialah untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar peserta didik, lalu untuk menempatkan peserta didik ke dalam situasi belajar mengajar yang tepat. Selain itu, mengenal latar belakang siswa juga bermula dari sebagai umpan balik bagi guru.

Daftar Rujukan

Anas Sudijono. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Evaluasi Pembelajaran.

Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 2018. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Daryanto. 2005. Evaluasi Pendidikan: Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 1989. Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan. Bandung: Mandar Maju.

Microteaching: Guru Aktif, Siswanya Pasti Juga Ikutan [PLUS RPP + MEDIA]

Pembelajaran mikro (microteaching) merupakan salah satu bentuk model praktik kependidikan atau pelatihan mengajar (teacher training). Dalam konteks yang sebenarnya, mengajar mengandung banyak tindakan, baik mencakup teknis penyampaian materi, penggunaan metode, penggunaan media, membimbing belajar, memberi motivasi, mengelola kelas, memberikan penilaian, dan seterusnya. Dengan kata lain, mengajar adalah kegiatan yang sangat kompleks. Oleh karena itu, dalam rangka penguasaan keterampilan dasar mengajar, calon guru atau dosen perlu berlatih secara parsial, artinya tiap-tiap komponen keterampilan dasar mengajar itu perlu dikuasai secara terpisah-pisah (isolated).

Di Universitas Negeri Malang (UM) sebagai Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), Praktik Pembelajaran Mikro dijadikan sebuah mata kuliah wajib bagi seluruh mahasiswa S-1 prodi kependidikan-keguruan dan mahasiswa Pendidikan Profesi Guru (PPG). Di beberapa prodi, mata kuliah tersebut dinamai “Keterampilan Dasar Mengajar”.

Video ini diambil ketika proses microteaching saya beberapa hari lalu. Kameramennya Almas Amalia Azhar (perjuangan tenan arek iki setengah jam nyekeli HP wkwkwkwk). Sedangkan yang mendokumentasikan berupa foto ➡️ Dian Monica. Dosen pembina saya di mata kuliah ini adalah Prof. Dr. Tri Atmadji Sutikno, M.Pd.

Dalam pembelajaran ini, model yang digunakan adalah inkuiri terbimbing (guided-inquiry learning) dengan pendekatan saintifik (scientific approach). Pelaksanaannya dilandaskan pada Kurikulum 2013 revisi 2017. Materi yang diajarkan adalah KD 3.1 dan 4.1 Mata Pelajaran C-2. Dasar Desain Grafis (DDG) yang diajarkan di seluruh kompetensi keahlian pada SMK Program Keahlian Teknik Komputer dan Informatika kelas X. Dalam pembelajaran tersebut, setting tempat ialah pada sekolah imajinatif “SMK Laboratorium UM”. Sedangkan karakteristik peserta didik dalam kelas tersebut adalah di-setting sebagai siswa baru yang baru mendapat pelajaran DDG di hari pertama mereka masuk hari efektif (Senin) setelah pekan pertama menjalani Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

Sepertinya menarik jika saya share. Semoga bermanfaat.